KUPANG NTT – Dalam rangka bertukar pengalaman terkait perlindungan anak, Instituto Para Defesa Direitos da Crianca (INDDICA) Timor Leste, melakukan studi banding atau stuba di Kota Kupang Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kehadiran tim INDDICA di Kota Kupang saling berdiskusi dengan pihak Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi NTT.
Prezidente INDDICA IP, Ms Dinorah Granadeiro ditemui di sela – sela kegiatan Jumat 27 Desember 2024 mengatakan, kegiatan ini adalah follow up dari tahun lalu.
Pasalnya, INDDICA sudah berkunjung ke Kementrian Peranan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, dan bertemu dengan Komisi Hak Anak Indonesia kemudian berdiskusi terkait dengan masalah dan perlindungan anak di Indonesia.
Untuk itu Ms Dinorah melihat bahwa NTT khususnya Kota Kupang merupakan satu daratan dengan Negara Timor Leste (Tiles) dan memiliki kultur yang hampir sama sehingga bisa saling tukar menukar informasi.
“Dengan memiliki kultur yang sama dengan Timor Leste, maka kami merasa sangat penting untuk berkunjung dan melihat sistem kerja perlindungan anak di Kota Kupang dan belajar dari teman-teman di Kupang agar lebih bisa memaksimalkan kerja-kerja kami di Timor Leste,” tuturnya
Dia mengakui Timor Leste adalah negara baru, yang masih banyak belajar dari negara -negara yang sudah maju terlebih Indonesia.
Karena Indonesia bertetangga dengan Timor Leste maka harus banyak berinteraksi antara Komunitas Timor Leste dan Komunitas Indonesia karena memiliki beberapa keterbatasan yang mana memfasilitasi komunitas Timor Leste untuk pulang pergi dan masih ada relasi keluarga, bagaimana bisa menjamin bahwa anak – anak yang berada di perbatasan itu bisa mendapat perlindungan yang maximal dari kedua Pemerintahan ini.
Ditanya soal apa yang didapat dari UPTD PPA NTT, Prezidente Ms Dinorah mengatakan, ada banyak yang diperoleh terutama terkait mekanisme dan sistem kerja di UPTD PPA NTT itu cukup fleksible.
UPTD PPA NTT tidak bekerja sendiri melainkan bekerja sama dengan institusi terkait untuk memaksimalkan pekerjaan mereka didalam perlindungan anak dan bagaimana jaringan itu bisa terjalin dengan baik.
“Kita melihat bahwa kerja-kerja UPTD PPA NTT itu sangat efektif dan satu lagi yang sangat dibutuhkan adalah pekerjaannya ditunjang oleh dana untuk memaksimalkan pekerjaan -pekerjaan yang dikerjakannya,” ujarnya
Soal perbedaan antara UPTD NTT dan INDDICA Timor Leste , UPTD NTT itu adalah pelaksana sedangkan INDDICA itu bukan pelaksana, tetapi institusi yang mana berdiri untuk melakukan advokasi dan monitoring pada pemerintahan.
Di UPTD NTT jika terjadi kasus langsung respon dan turun untuk menangani kasus tersebut, sedangkan di Timor Leste yang bertanggung jawab dan merespon kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan itu adalah Kementrian Sosial dan Mentri Muda Urusan Wanita.
Sedangkan INDDICA sendiri sebagai institusi yang bertugas memonitoring kinerja dari Kementrian – kementrian tersebut. INDDICA juga melakukan advokasi kepihak pemerintahan untuk meninjau kembali semua kebijakan yang dikeluarkan itu memberi peluang untuk perlindungan anak atau tidak.
INDDICA juga punya satu tugas yaitu bagaimana bisa meningkatkan kesadaran masyarakat umum untuk bertanggung jawab kepada anak-anak.
“Seperti peranan orang tua untuk memberikan perlindungan untuk anak. Untuk pemerintahan lokal mereka sepertia apa. Jadi keluarga atau komunitas mereka seperti apa untuk melindungi anak-anak yang hidup dilingkungan mereka,” terang Ms Dinorah.
Untuk perlindungan anak di Timor Leste jelas Ms Dinora, anak itu diprioritaskan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 yang mana mengatakan bahwa, perlindungan anak adalah tanggung jawab negara.
Dari situ diterapkan dalam kebijakan -kebijakan yang ada di sana misalnya, yaitu untuk pendidikan, pendidikan dasar hingga SMA itu gratis di Timor Leste, untuk menjamin semua anak-anak Timor Leste bisa menikmati haknya.
Ada juga dana dari Pemerintahan Timor Leste untuk orang tua yang tidak mampu seperti single Mother yang memiliki 3 anak tanpa suami dan tidak punya penghasilan, itu dibiayai oleh pemerintah.
Sedangkan untuk menjamin anak-anak Timor Leste menikmati haknya untuk urusan kesehatan itu gratis.
Timor Leste juga ada undang -undang yang mana ada kebijakan didalam proses belajar mengajar yang mengatakan disemua proses belajar mengajar itu tidak boleh menggunakan kekerasan.
“Dengan kegiatan diskusi dengan UPTD PP NTT ini banyak pelajaran yang bisa diperoleh, apakah kita juga bisa mengambil pengalaman dari teman-teman untuk lebih menyempurnakan kebijakan -kebijakan kita dan juga kerja -kerja kita di Timor Leste untuk bisa menjamin kehidupan anak-anak yang lebih baik di Timor Leste,” pungkasnya.(ER)