Dok, foto; Polres Mojokerto ungkap produksi uang palsu pecahan Rp 50 ribu.
MOJOKERTO
Media Suara Rakyat Indonesia
Produsen uang palsu (upal) pecahan Rp 50 ribu berhasil digulung Unit Tipidek Satreskrim Polres Mojokerto. Polisi juga menyita peralatan produksi dan upal senilai Rp 196 juta.
“Tersangka LK (Lukman Khamidi) memproduksi uang palsu pecahan Rp 50 ribu dengan bahan baku kertas HVS 60 gram,” kata Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Nova Indra Pratama saat jumpa pers Jumat (26/7/2024).
Nova menjelaskan, pengungkapan berawal dari tim dari Unit Tipidek menggerebek rumah produksi upal milik Lukman (55) di Desa Sawo, Kutorejo, Mojokerto pada Selasa (21/5) sekitar pukul 00.30 WIB. Dari penangkapan ini, personilnya menyita barang bukti 860 lembar upal yang belum dipotong.
Setiap lembar terdiri dari 4 lembar upal pecahan Rp 50 ribu. Sehingga totalnya 3.340 lembar upal senilai Rp 172 juta. Selain itu, 17 catridge printer, 1 laptop, 1 printer, cat, satu set alat sablon manual, 2 ponsel, 2 boks pita aluminium foil, thiner, pisau cutter dan gunting.
“Saat LK kami periksa di kantor, dihubungi tersangka MW yang ingin membeli dan menukarkan upal yang kondisinya kurang baik dan rusak,” jelasnya.
Penyidik pun meminta Lukman mengajak Murti Widodo, warga Desa Menang, Pagu, Kediri untuk bertemu. Murti menuju ke jalur arteri Desa Brangkal, Sooko, Mojokerto dengan naik bus. Keduanya akhirnya bertemu di hari yang sama sekitar pukul 07.00 WIB.
Saat itu lah, polisi menyergap Murti. Petugas juga menyita barang bukti 480 lembar upal pecahan Rp 50 ribu senilai Rp 24 juta. “Sehingga total barang bukti upal yang kami sita Rp 196 juta,” terang Nova.
Untuk memproduksi upal, lanjut Nova, Lukman lebih dulu melukis gambar pahlawan sesuai uang Rp 50 ribu pada kertas HVS secara manual. Selanjutnya, kertas disablon dengan warna putih sesuai ukuran uang asli pecahan Rp 50 ribu. Setiap lembar kertas HVS berisi 4 lembar upal.
Dari situ, desain uang Rp 50 ribu di laptop Lukman, dicetak pada kertas HVS yang sudah dilukis dan disablon. Baru lah cetakan dibubuhi logo Bank Indonesia (BI) dan pita menggunakan aluminium foil. Setelah dipotong-potong, upal dites kualitasnya.
“Caranya direndam air untuk mengetahui luntur atau tidak. Jika tidak luntur, maka uang tersebut siap diedarkan,” ujarnya.
Nova menambahkan, sejauh ini, Lukman yang merupakan warga Desa Windurejo, Kutorejo, Mojokerto sudah 9 kali menjual upal kepada Murti. Menurutnya, Murti mengedarkan upal pecahan Rp 50.000 di pasar wilayah Kediri.
“Tersangka menggunakan upal untuk belanja di pasar. Kalau ketahuan, ia langsung menukarnya dengan uang asli,” ungkapnya.
Akibat perbuatannya, Lukman dan Murti harus mendekam di Rutan Polres Mojokerto. Keduanya dijerat dengan pasal 36 ayat (1), pasal 26 ayat (1), ayat (2), (3), (4) dan (5) dan atau pasa 37 junto pasal 27 ayat (1) UU RI nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang atau pasal 244 KUHP dan pasal 245 KUHP.
Sementara itu, Lukman mengaku belajar memproduksi upal dari medsos. Bisnis haram ini ia lakoni selama 6 bulan sebelum dicokok polisi. Upal pecahan Rp 50.000 itu ia jual dengan perbandingan 1 uang asli banding 3 atau 3,5 upal.
“Baru 9 kali penjualan sedikit-sedikit, kadang Rp 800 ribu, Rp 1 juta, tidak banyak,” tandasnya.
(Humas/ Muksan Ali)